Lie is a Love

mino

Author : Vivin

Title    : Lie is a Love

Cast     :   –    Song Mino

  • Park Hye Min

 Kali ini author bawa main cast rapper winner yang ketjeh, siapa lagi kalau  bukan Song Mino.. oke enjoy this FF guys,. jangan lupa coret2an dibawah ya.. *coment
Happy reading ^^ I hope u like it >>>>

Hye min berlinang air mata. Tubuh rampingnya berdiri tegak di hadapan namja bertubuh jangkung dengan tinggi 181 cm. Laki-laki ini tak mengucap sepatah katapun, hanya menatap Hye min dengan tatapan nanar. Tangan kanannya yang bebas terangkat dan mengelus lembut pipi Hye min. Rona pipi Hye min seketika memerah, wajahnya ikut terangkat dan memperlihatkan air matanya yang tergenang di pelupuk matanya.

“Kajima~” desak Hye min lembut. Tangan kiri Hyemin bergerak menggenggam coat milik namja di hadapannya yang berbahan wool dengan kerah lebar dan panjang menggelayut indah di lehernya yang jenjang.

“Mianhae~” suara serak namja tersebut menembus gendang pendengaran Hye min. Tangis Hye min semakin tak terbendung, binar matanya pecah dan seakan ingin lari dan melompat masuk ke dalam binar mata namja di depannya, ikut bersamanya.

“OKE CUT!” sang sutradara berteriak keras menandakan scene berhasil dan selesai. Riuh rendah tepuk tangan para kru membahana mengepung ruangan yang dijadikan tempat syuting hari ini.

“Gamsahamnida” ucap Hye min seraya membungkukkan badannya 90 derajat, begitu pula dengan namja yang ada di depannya, lawan mainnya.

            “Akting yang sangat memuaskan Hye min” puji sang sutradara.

            “Gamsahamnida” tak henti-hentinya Hye min mengucap kata tersebut.

            “Kalau aktingmu terus bagus seperti ini, bisa-bisa drama kita akan mendapatkan banyak penghargaan” gelak tawa bahagia sang sutradara mengiringi perkataannya.

            “Ah ne..” dipuji seperti ini bukanlah hal yang baru bagi Hye min. Sudah hampir 1 tahun belakangan ini namanya menjadi pembicaran banyak sutradara drama karena aktingnya yang dinilai berkelas dan natural.

            Ditengah perbincangan bahagianya dengan para kru dan sutradara ponselnya berdering dan tanpa melihatnya Hye min sudah tahu siapa yang menelfon pada jam 10 malam, Mino. Agak tegesa gesa saat Hye min keluar dari tempat syuting untuk menghampiri namja yang setia menunggunya di luar, di tengah salju. Baru saja Hye min melangkahkan kakinya di pintu keluar, matanya sudah dapat menangkap sosok Mino yang berdiri seorang diri dengan setelan coat berwarna abu-abu. Tangannya masuk ke dalam kantong yang ada di samping kanan dan kiri. Hye min yakin dia kedinginan.

            “Annyeong” sapa Hye min lalu menghambur hangat dalam pelukan namjanya.

            “Annyeong” balasnya lalu mendekap Hye min, memberinya kehangatan dari balik coatnya.

            “Kau sudah lama menungguku?” tanya Hye min lembut, badannya meregangkan kungkungan lengan Mino.

            “Aniyo” jawan Mino renyah, senyum khasnya terukir indah. Pipinya membulat sempurna dan berhasil membuat Hye min gemas.

            “Ayo kita makan!” ajak Hye min manja.

            “Kajja” tangan kecil Hye min bergerak menggandeng lengan namjanya. Kepalanya dijatuhkan pada pundaknya.

****

            Mino menjijitkan kakinya berusaha agar derap langkahnya tak terdengar oleh siapapun. Tapi usahanya gagal, hanya butuh beberapa langkah lagi untuk masuk ke kamarnya tapi lampu sudah menyala. “ishhh” desis Mino. Tubuhnya melemas seketika dan ia membalikkan badannya. Song Danah berdiri di samping sakelar, menatapnya dengan alis terangkat.

            “Arasso” ucap Mino pasrah.

            “Sudah berapa kali aku katakan, jangan keluar seenaknya oppa-ya! Eomma bisa memarahimu” kata-kata yang sama dikeluarkan Danah tiap memergoki Mino keluar tanpa izin.

            “Mianhae” kata-kata yang sama dikeluarkan Mino tiap Danah memergokinya keluar tanpa izin.

            “Apa oppa menemui yeojachingumu lagi? Artis Park Hye min?” kini suara Danah berubah menjadi penasaran. Tubuhnya terdorong ke depan, melangkah beberapa langkah, mendekat pada Mino. Mino tak menjawab dengan suara tapi anggukan.

            “Aigoo, aku rasa kau sangat mencintainya. Kau sangat beruntung mempunyai pacar sepertinya. Dia cantik, manis, menyukaimu dan dia seorang artis besar. Ckckk.. bagaimana kau mempunyai hidup yang sangat beruntung oppa-ya?” Danah menggeleng gelengkan kepalanya, iri.

            “Ah ne” hanya itu jawaban suara dari Mino sebelum dia melesat masuk ke dalam kamarnya.

            “Hei, hanya itu jawabanmu?” tanya Danah tidak terima dengan jawaban Mino yang tak sepadan dengan pernyataanya.

****

            Mino meletakkan sepatunya di rak sepatu yang ia tata di dekat lemari pakaiannya. Setelah meletakkan sepatunya, dia membuka coat berbahan wool miliknya, menggantungnya. Direbahkan badannya terlentang di tempat tidurnya, menghirup udara sekuat yang ia mampu, kemudian menghembuskannya perlahan. Masih hangat dalam pikirannya senyum manis Hye min, semua perkataan lembut dan halusnya. Semua orang pasti akan iri kalau tahu Hye min adalah miliknya, tapi kenyataanya? Hanya beberapa orang dekat Mino yang tahu, publik di luaran sana tidak ada yang tahu kalau Hye min itu miliknya.

            Layar ponsel Mino terang dan sebuah pesan masuk.

            Mino-Ya Jaljjayo, Sarang Hae

            Begitulah pesan yang dikirim oleh Hye min. Mino tersenyum membaca pesan itu, hanya butuh beberapa detik saja senyum itu bertahan di lekukan bibirnya lalu menghilang dan bergantikan dengan raut muka masam.

            “Gotjimal” seru Mino lirih. Dihempaskannya ponselnya disampingnya, tangan kirinya dilipat memangku kepalanya. Sekelabat bayangan Hye min kembali menghantuinya. “Entahlah, sampai kapan semua ini berakhir? Aku hanya ingin berada di sampingmu, memberimu kebahagiaan untuk menutupi segalanya” perkataan itu terbersit dalam benak Mino dan perlahan matanya tertutup, tertidur dan masuk ke dalam dunia mimpi.

****

            Dua mangkok ramen mengepul panas di hadapan keduanya. Hye min tersenyum senang, menunjukkan dua gigi kelincinya yang terlihat sangat manis jika ia pamerkan. Tanpa ragu, Hye min mengambil sumpitnya dan mengaduk ngaduk ramen miliknya lalu sumpitnya mengambil beberapa tumpukan mie dalam satu jepit sumpitnya, kemudian memakannya dengan mulut yang berdesis akibat decakan kuah dan mulutnya bertemu.

            “Ah, namashita” serunya riang, senyumnya kembali terlukis dan dipamerkan pada Mino yang duduk terdiam di hadapannya, tidak menyentuh ramennya sedikitpun.

            “Hye min-a, hubungan kita sudah hampir memasuki 2 tahun. Apakah kau masih tidak ada keinginan untuk memberitahukan pada publik?” Hye min menghentikan gerakan tangannya. Tubuhnya yang condong ke depan, ditegakkan.

            “Mino-ya, kita sedang makan. Tidak baik membicarakan hal itu” jawab Hye min ringan. Matanya melirik dari balik kaca mata hitamnya. Makan di luar seperti ini harus ekstra hati-hati. Hye min harus menjaga penampilannya agar tidak diketahui oleh orang lain dan media. Kaca mata hitam, jaket bulu serba tebal harus erat menutupi tubuhnya.

            “Hye min-a, jebal!” suara Mino terdengar parau.

            “Mino-ya, aku mohon jangan memaksaku. Aku melakukan ini semua demi kebaikanmu dan kebaikanku”

            “Mwo ya?” Mino menaikkan alisnya. Tertegun mendengarkan pernyataan Hye min. Pernyataan yang terselubungi dengan suara lembut khas Hye min, padahal dari balik suaranya itu Mino sudah merasa ada yang ganjal. Pikirannya menerawang mengingat kejadian beberapa hari terakhir ini.

****

            #Flashback

Satu persatu salju jatuh dengan anggunnya. Serpihannya perlahan menumpuk dan menutupi sekat sekat jendela kafe yang dilapisi dengan kayu mahoni yang indah dan dihiasi dengan pernak pernik natal. Sebentar lagi memang natal dan sedikitpun tidak ada kegembiraan tergambar di raut muka Mino. Tergambar dengan jelas dari ponsel Mino, Hye min mengganti foto profilnya di akun sosial media miliknya. Foto yang digunakannya bukan fotonya atau foto kebersamaan mereka, tapi fotonya dengan seorang pria, pria yang menjadi lawan mainnya. Bagaimana bisa Hye min bermain api seperti ini. Baru saja artikel mengenai dirinya yang dikabarkan terjebak cinta lokasi dengan lawan mainnya di drama tersebar heboh seantero Seoul, malah sekarang dia seakan mengiyakan rumor tersebut dengan mengunggah foto mereka. Di dalam foto tersebut Hye min dirangkul mesra oleh namja tersebut.

            “Mino-ya” sebuah suara dari ujung pintu terdengar jelas. Mino menoleh ke arah suara dan didapati 2 orang sahabatnya berdiri disana, melambaikan tangan padanya.

            “Aigooo, kenapa kau melamun?” tanya seorang dari mereka yang mengenakan setelan jaket coat dengan warna abu-abu.

            “Mino-ya, apakah kau bersedih gara-gara rumor Hye min? Hubungan kalian tidak sedang renggang kan?” tanya seorang lagi yang memakai setelan jaket coat berwarna coklat dengan beberapa bulu tipis dibagian leher.

            “Apa Hye min tidak keterlaluan dengan foto barunya? Apa dia lupa kalau dia sudah punya seorang kekasih? Seharusnya kau tegas padanya untuk memberitahukan hubungan kalian pada publik, jadi dia tidak semena mena memamerkan hubungannya dengan namja lain” tegas Jiwon yang tampak lebih beraura dengan jaket coat abu-abunya.

            “Gweanchana, hubungan kita baik-baik saja. Hye min hanya menjalani hubungan profesionalitas kerja” Mino melebarkan senyumnya, berusaha meyakinkan kedua sahabatnya.

            “Kau terus berkata hubungan kalian baik-baik saja, tapi aku rasa ada yang ganjal” celetuk hae soo. Dahinya mengerut seiring dengan bergoyangnya bulu tipis di kerahnya yang tertiup angin sore ini.

            “Hei, yang menjalani hubungan itu aku. Gweanchana, percayalah, kita baik-baik saja” Mino menepuk bahu kedua sahabatnya, senyumnya terus berusaha meyakinkan sahabatnya kalau dia benar-benar baik-baik saja.

****

            Hye min-a odiya?

            Aku merindukanmu..

            Apa kau baca pesanku..

            Kau baik-baik saja?

            Kita harus bertemu..

            Mino menggulingkan badannya ke kanan dan ke kiri di atas kasurnya. Sudah hampir 1 jam ia menatap layar ponselnya, tapi tak ada balasan dari Hye min. Berkali kali ia menelfonnya tapi tak ada jawaban, begitu pula dengan pesan-pesannya, satupun Hye min tidak membalasnya. Mino frustasi dibuatnya.

            “Apa yang kau lakukan Hye min?” gerutu Mino. Hatinya sudah tidak nyaman. Benar, ada yang ganjal dengan Hye min, tapi ia menutupinya dan membiarkan semuanya berjalan tanpa beban. Terkadang Hye min menghilang tanpa alasan dan mengabaikan Mino. Alasannya selalu sibuk, tapi Mino yakin dia berbohong. Sering juga ketika mereka bersama dia mengangkat telfon dan menjauh dari Mino, dia tidak pernah seperti ini sebelumnya.

#Flashback end

****

            Hye min menghela nafasnya yang terasa sesak di dadanya. Mata cokelatnya menatap ke bawah meja lalu di angkatnya dan menatap lurus namja di hadapannya, jari jemarinya tersimpul indah di atas meja, saling bertaut satu sama lain.

“Mino-ya, tolong mengertilah” Hye min membuka tautan jari jemarinya dan berniat untuk menggenggam tangan Mino, tapi sebelum ia berhasil meraihnya sang pemilik menariknya terlebih dahulu, menghindar lalu membiarkan kedua tangannya berpangku di pahanya. Kepala Mino kini terangkat dan ikut menatap lurus Hye min.

“Kau terus mengatakan hal yang sama ketika aku meminta hal ini. Hye min aku ingin hubungan kita diketahui publik bukan karena aku ingin terkenal tapi aku tidak suka dengan ….” Mino menghentikan suaranya karena yeoja di hadapannya sudah tertunduk menangis. Jurus ini memang menjadi andalan Hye min. Mino tidak bisa melihat Hye min menangis, apalagi karenanya. Jadilah, dia bangun dari duduknya, menghampiri Hye min dan duduk bersimpuh di hadapanya. Menengok mata Hye min yang sembab dari balik kacamatanya. Emosinya luntur secara perlahan.

“Hey, mianhae~” bisik Mino lembut. Tangannya berusaha menggenggam tangan yeojanya, memberinya kelembutan.

“Mino-ya, mianhae. Maaf aku sering mengabaikanmu akhir-akhir ini. Aku tahu kau tidak suka dengan rumor itu dan semua perlakuanku seakan mengiyakan semuanya.. tapi, ini semua demi rating dramaku. Kau tahu kan? Rumor ini dibuat untuk menaikkan rating dramaku, kau bisa mengertinya kan?” suara lirih Hye min perlahan menusuk Mino. Matanya yang sembab akibat menangis menatap Mino penuh harap. “Sudahlah Mino iyakan saja, lebih baik kau saja yang mengalah dan sakit ketimbang wanita di hadapanmu yang sakit” bisik hati Mino berhasil menggerakkan system syaraf simpatiknya.

“Sudah jangan menangis lagi!” Mino bangun dari duduk bersimpuhnya, lalu memeluk Hye min dalam pelukannya. Hye min membalas dengan lembut pelukan itu, menghentikan isakan tangisnya dalam pelukan hangat Mino. Namun satu hal yang Mino tidak ketahui. Senyum Hye min tersungging, membentuk goresan kecil pada lekukan bibirnya. Senyum kebahagian yang penuh dengan kebohongan.

****

Sudah hampir 30 menit Mino menunggu di depan lokasi syuting tapi Hye min belum menampakkan sosoknya sedikitpun. Sejak kejadian malam itu, Mino harus kembali menata kesabarannya. Bersabar untuk mengerti sebuah kepentingan seorang artis drama yang berjudul “rating”. Entahlah Hye min belajar dari mana untuk mengorbankan perasaan kekasihnya yang sudah menemaninya hampir 2 tahun tersebut dengan sebuah jejak karir dan rating.

Semakin malam salju semakin turun dengan deras. Mino menggerak gerakkan badannya, menimbulkan kehangatan tersendiri untuk tubuhnya. Hembusan nafasnya sudah mengeluarkan asap, pertanda cuaca memang dingin. Berkali kali Mino menghubungi Hye min tapi tidak ada jawaban. Walau demikian dia masih setia menunggunya. Tepat jam 11 beberapa kru keluar dari tempat syuting dan dengan cekatan Mino menghentikan seseorang, bertanya.

“Maaf, apakah Hye min ada di dalam?” cahaya mata Mino berbinar penuh harap orang yang ia tanya akan menjawab iya.

“Hye min? Bukankah dia sudah selesai syuting sejak jam 8 tadi? “ jawabnya santai.

“Ah jinjja?” alis Mino terangkat, kaget dengan jawaban tersebut.

“Ah ne, apakah anda fansnya? Ingin minta tanda tangan?”

“Ah, gomawo” Mino tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaan konyol itu, ia segera membalikkan badannya dan pergi meninggalkan tempat tersebut dengan perasaan kecewa.

Sejak rumor Hye min dan lawain mainnya di drama semakin berkembang, drama yang Hye min mainkan memang naik rating. Bahkan masuk dalam 3 rating terbesar. Mendapati kenyataan tersebut, Mino seakan mendapat tamparan keras. Benarkah Hye min mencintainya sebagai seorang kekasih? Atau hanya sebagai teman melampiaskan penat dan tempat bermanja. Mino berjalan tertunduk, pulang dari tempat syuting tempat ia biasa menjemput Hye min. Perjuangan heroiknya yaitu setia menunggu Hye min ternyata sia-sia belaka. Hye min tidak mengidahkan telfon dan pesan-pesannya. Mino beranggapan dia pasti sibuk, selalu begitu kan alasannya, tapi beda untuk kali ini. Dia sedang asik duduk bersama lawan mainnya melakukan makan malam yang romantis. Mino menghentikan langkahnya dari jarak 5 meter, memandangi Hye min sedang bercanda mesra dengan laki-laki lain yang ia katakan adalah lawan main untuk menaikkan sebuah rating dramanya. Tapi Mino melihat hal lain disana, itu bukan sekedar menaikkan rating tapi ada sebuah perasaan terselubung disana. Hye min tersenyum lepas, seakan lupa kalau Mino sedang berdiri memandanginya dari kejauhan, memandanginya dengan perih dan sakit yang tergores perlahan tapi pasti melukai hatinya. Tangannya mengepal, melampiaskan emosinya disana.

****

            Mino tersenyum sinis, tangannya menggeser geser gelas yang berisi dengan es cappuccino pesanannya. Dingin terasa di kulit arinya tapi rasa dingin itu tak berhasil masuk dan menjalar ke dalam tubuhnya. Tangannya melirik tajam pada Hye min yang berdiri di hadapannya. Bahkan untuk mengatakan beberapa kata yang menyakitkan ini dia memaksa Mino bertemu.

“Mino-ya, lebih baik kita akhiri hubungan ini. Aku tidak bisa meneruskan hubungan ini. aku tidak bisa membagi waktuku yang sibuk dan bertemu denganmu secara diam-diam, jujur aku lelah” kata-kata Hye min sangat datar dan terdengar jelas ia lelah menjalani hubungan ini. LELAH? Apakah kata-kata itu pantas menggambarkan perasaan Hye min, bagaimana dengan Mino? Seharusnya dia yang lelah menghadapi Hye min. dia sudah sabar menghadapi kelakuan Hye min yang mempermainkannya, tapi selama ini Mino selalu mencoba untuk bersabar dan menerimanya. Bahkan ketika teman-temannya mengatakan Hye min selingkuh dan hubungan mereka bermasalah tapi Mino selalu menutupinya, membela Hye min dan mengatakan bahwa hubungan mereka baik-baik saja. Bahkan baru semalam dia memergokinya dengan namja lawan mainnya itu dan esoknya Hye min minta putus. Beginilah balasan Hye min untuk seorang Mino yang setia dan sabar untuknya. Tak ada jawaban dari Mino untuk sebuah pernyataan menyakitkan seorang Hye min padanya.

“Baiklah, aku pergi” pernyataan kedua dari seorang Hye min yang hari ini mengenakan celana jeans dibalut dengan jaket pinknya. Rambutnya yang lembut terhempas saat badan rampingnya berbalik memunggungi Mino yang masih tertunduk.

Belum beberapa langkah Hye min pergi dan TAARRRR. Mino membanting gelas minuman yang dipesannya tadi. Segelas es capucino dingin yang belum sedikitpun diminumnya tumpah, mengotori lantai kafe. Mino membantingnya dengan keras dan cukup satu hempasan, membuatnya hancur berkeping keping.

“AAAAA, MINO” secara spontan Hye min menoleh dan berteriak kencang, mulutnya sedikit menganga karena pasokan udara di paru-parunya menurun drastis. Paru-parunya memompa cepat, nafasnya naik turun. Mino mengangkat wajahnya yang tertunduk dan ternyata Hye min dapat melihat mata Mino yang penuh marah dan kecewa. Beberapa tetes keringat dingin membasahi pelipisnya, rambutnya yang hitam masih mengkilap dengan gel rambutnya, Iya Mino memang selalu rapi dan seksi. Dia bangun dari duduknya dan perlahan mendekati Hye min yang tergagap dan tak mampu melangkahan kakinya pergi dan melarikan diri. Mino hanya diam tanpa sepatah katapun, dia hanya terus maju selangkah demi selangkah dan tatapannya terus lurus dan tertuju pada Hye min. Tak dipedulikannya beberapa orang pengunjung kafe yang menjadikannya bahan tontonan gratis.

“Mino-ya” lirih Hye min takut-takut, perlahan kakinya yang gemetar karena takut dan terintimidasi dengan tatapan mematikan Mino melangkah mundur. Tangannya menggenggam erat tasnya, meremasnya perlahan. Jalan mundur Hye min terhenti, badannya menabrak meja kasir. Bukan hanya kakinya yang gemetar tapi kini bibir Hye min ikut bergetar ketakutan. Ada banyak kata-kata yang ingin ia ucapkan tapi tak sanggup keluar karena semua titik syaraf pada otak dan tubuhnya dimatikan dengan satu tatapan seorang Mino yang disakitinya dengan kata-kata dan perbuatannya. Mino menghentikan langkahnya hanya berjarak kurang dari 1 meter. Dari dekat seperti ini mata Mino semakin menakutkan. Berdekatan seperti ini membuat Hye min tidak bisa bernafas dengan normal apalagi saat Mino mencodongkan wajahnya, mendekatkan dengan wajahnya. Ingin sekali rasanya Hye min lari dari keadaan ini.

“Lelah? Seharusnya aku yang lelah menghadapi wanita sepertimu” suara Mino terasa panas saat menyeka kulit Hye min. Tangannya masih berpegangan erat pada tasnya. Matanya mencoba menyatu dengan tatapan Mino.

“Mino, aku~” bibir Hye min terhenti karena kelu.

“Sudah, bagaimanapun aku bukan laki-laki yang bisa membanggakanmu di depan orang banyak dan bukan laki-laki yang bisa menaikkan rating dramamumu, pergilah aku tidak ingin melihatmu lagi” Mino menegakkan badannya lalu mengalihkan pandangannya pada tempat lain, menjauh dari wajah Hye min.

“Mino, aku~~” sekarang Hye min menangis, Ia sangat amat yakin dan tahu bahwa sudah menyakiti Mino teramat dalam. Hampir 2 tahun bersama tidak pernah Mino semarah ini. Tangan kanan Hye min kini dibebaskan dari genggaman tasnya dan terangkat meraba pipi Mino. Permukaan kulitnya panas, Hye min rasa ia menahan tangis dan kecewanya. “Mino, mianhae aku harus melakukan semua ini demi kebaikanmu” bisik Hye min dalam hatinya.

****

            Gelas ke-30 dan botol soju ke-6. Mino mabuk dan ini adalah hari ketiganya dia hidup seperti ini. Sahabatnya sudah memperingatkannya untuk berhenti minum. Bagaimana tidak? 2 hari belakangan ini Mino hanya minum alkohol. Pipinya memerah karena kebanyakan minum alkohol, rambutnya kusut, tidak serapi biasanya tapi satu yang tidak hilang darinya yaitu senyum manisnya yang masih menghias di wajahnya.

Mino berjalan terhuyung huyung keluar dari bar tempat ia minum. Di tangannya ia menenteng sebotol soju lagi, meminumnya seteguk demi seteguk di jalanan kota yang mulai sepi. Waktu sudah menunjukkan jam 2 pagi. Langkah Mino terseok seok di gang kecil menuju rumahnya.

“Hey kau Hye min, kau yang cantik, kau yang manis, tapi kenapa kita putus? Kenapa?” teriak Mino keras di tengah jalanan yang sepi lalu BRUUKK Mino terjatuh. Tak sampai 1 menit dia jatuh, dia berusaha bangun kembali dengan susah payah. Mino tidak mengetahui kalau Hye min hanya memperhatikannya dari jauh. Miris, ingin rasanya Hye min memeluknya saat ini dan minta maaf sudah memperlakukannya seperti ini.

“Hye min, aku disini. Lihat aku Song Mino. Namja yang kau kejar-kejar dulu. Tapi apa? Sekarang kau membuangku dan kita putus. Kau dengar?” Mino kembali berteriak teriak dan TARRR, dia membanting botol soju yang ada digenggaman tangannya sehingga jatuh dan pecah berkeping keping.

“Mino, cukup” Hye min tidak kuat melihat Mino menderita seperti ini. Dia berlari dari tempat persembunyiannya, mengahampiri Mino dan memeluknya erat.

“Mino, Mianhae. Sudah hentikan semua ini, sudah~” Hye min menangis dari balik punggung Mino.

“Kau Hye min? kau” Mino terkekeh dari balik punggung Hye min, ia tidak sadar dan dipenuhi fantasi, efek dari minuman beralkoholnya.

“Sudah hentikan, aku tidak bisa melihatmu seperti ini” sekuat tenaga Hye min memeluk Mino yang sudah tidak dapat berdiri tegak.

****

            Sinar marahari mengusik tenangnya tidur Mino. matanya menyipit menghidari cahaya matahari yang terus mengganggunya. Belum sempat ia membuka matanya, sebuah sentuhan menggelayut di permukaan kulitnya, bagian lengan kirinya.

“Mino-ya” suaranya lembut, sebuah suara yang Mino sangat kenal. Perlahan Mino membuka matanya yang masih terasa berat akibat efek alkohol. Masih samar-samar tampak dari pelupuk matanya, perlahan bayangan wanita dihadapannya semakin jelas dan benar dugaanya. Hye min di hadapannya.

“Kau sudah bangun” ucapnya lagi.

“Ahhh~” desah Mino kesal, mukanya langsung melengos, menjauhkan pandangan dari Hye min. Kepalanya juga tidak kuat di ajak bangun dan pergi dari hadapan Hye min saat ini.

“Mino-ya, mianhae” Hye min menarik narik lengan Mino, berharap dia akan menoleh padanya. Tapi apa daya Mino tetap tidak menoleh.

“Kaaa~” lembut tapi menusuk, begitulah suara Mino. dia menggeser badannya, berusaha melepaskan cengkaraman tangan Hye min dan menjauh darinya. Mencoba bangun dari tempat tidur, tapi gagal. Kepalanya masih pusing, efek alkohol benar-benar masih menguasai dirinya. Mino jatuh terduduk di samping tempat tidurnya.

“Aish” desisnya, lalu memegangi kepalanya yang pening.

“Mino-ya” Hye min bangun dari duduknya dan menghampiri Mino yang lemah.

“Gweanchana?” tanyanya khawatir seraya memegangi pundak orang yang sudah disakitinya beberapa hari yang lalu.

“Kenapa kau disini? Apa kau ingin mempermainkan aku lagi? Aku mohon Hye min-a jangan ada di hadapanku lagi! Kalau kau begini, aku semakin tidak bisa melupakanmu” Mino melengos, meninggalkan jejak Hye min di matanya.

“Hei” Hye min menangkup wajah Mino menghadapnya. Walau dia sudah berhasil menangkup wajah tampan Mino, tapi mata Mino masih tidak ingin melihatnya.

“Cepat bersiap-siap, aku ada sesuatu untukmu, mungkin ini akan menjadi yang terakhir” ucap Hye min mantap. Mino tertarik dengan kata-katanya, jadi dia mengangkat pandangan matanya, menatap Hye min dari dekat.

“Apa lagi yang kau rencanakan untuk menyakitiku?”

“Bukan sesuatu yang besar” jawab Hye min santai.

“Aku tidak mau” Mino melengos kembali.

“Jeball~” Hye min memohon. Salah satu kelemahan Mino adalah mendengar gadis ini memohon dengan suara lembut dan manjanya. Walau dia sudah menyakitinya, tapi tetap saja hati kecil Mino menolak untuk menggelengkan kepala atas ajakannya.

“Keluarlah~ aku akan bersiap siap” senyum Hye min langsung tersungging mendengar jawaban dari Mino. Dia berdiri dari duduknya, melepas tangkupan tangannya di wajah Mino, memutar badannya, sehingga rok berwarna merahnya berputar tepat di depan wajah Mino.

****

Tidak perlu banyak persiapan, hanya celana jeans dan t-shirt berwarna putih dengan tulisan DO IT, Mino siap menemui Hye min. Rambutnya tidak serapi biasanya. Gel rambut masih ada di beberapa helai rambutnya, tapi tidak rata. Ckreekk, Mino keluar dari kamarnya dan berjalan mencari keberadaan Hye min. Tak perlu lama mencari dia ada di ruang tamu, duduk dengan tenang tapi tunggu? Seseorang duduk di sampingnya. Dia?? Dia namja yang menjadi lawan Hye min di drama terbarunya. Namja yang menjadi orang ketiga di antara hubungan mereka, menurut Mino. Langkah Mino terhenti, tertahan untuk menemui mereka, tapi Hye min sudah terlanjur melihat sosok Mino. Jadi, dia bangun dari duduknya dan menyeret Mino duduk di antara mereka berdua. Jadilah mereka berdua duduk bertiga dengan Mino di tengah, Hye min di samping kanan dan Namja itu di samping kiri.

“Ah kenalkan nama saya Kim Hyo sin” Namja itu mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan, tapi Mino tidak membalasnya, dia melengos dan menggumamkan namanya sesaat “Mino”. Melihat ekspresi Mino yang dingin, Hye min sangat yakin Mino cemburu berat padanya.

“Apa yang kalian inginkan? Aku tidak punya banyak waktu” suara Mino sangat dingin.

Hye min yang ada di dekatnya hanya bisa menatap ragu pada Hyo sin, berharap dia mengatakan kata-kata yang benar.

“Em.. Jadi, Mino-ssi kehadiran saya disini untuk menegaskan tentang pernikahan yang sudah kami rencanakan” Bom atom Hiroshima dan Nagasaki secara mendadak dan bersamaan meledak di hati Mino tatkala mendengar kata “pernikahan”.

“Oh” Mino tertunduk lesu, berusaha menyembunyikan emosi, amarah dan kecewanya yang meledak kala itu.

“Saya ingin meminta bantuan anda” ucap namja itu kedua kalinya.

“Oh, apa yang bisa aku bantu?” tanya Mino tetap dingin. Tangan Hye min mengepal kuat. Khawatir.

“Jadilah mempelai laki-laki” HAH? Mata Mino membulat sempurna, mendongak cepat dan menatap Hyo sin kuat lalu Hye min secara bergantian.

“Maksudnya?” tanya Mino terbata.

“Mino-ya, surprise~~ apa kau ingat ini hari apa? Hari ini adalah tepat 2 tahun kita bersama” tangan Hye min bergerak mencari tangan Mino dan menggenggamnya kuat, membuat sang pemilik menatapnya lekat. Kemudian Hye min mengeluarkan sebuah kotak kecil, membukanya ternyata ada 2 gelang kulit disana. Dia mengambilnya lalu mengikatkan pada tangan Mino.

“Hye min-a apa maksud semua ini? bukankah kita sudah putus?” alis Mino terangkat, bingung.

“Mino-ya, jadi selama ini aku hanya menguji kesetianmu. Aku tidak mau orang yang menjadi suamiku hanya mencintai popularitasku tapi aku yang dicintainya. Semua yang aku lakukan itu hanya rencana belaka dan tidak pernah terjadi. Aku tidak pernah sedikitpun berniat untuk memutuskanmu. Bukankah dulu aku yang mengejarmu, sekuat tenaga aku mendapatkanmu, mana mungkin aku tega membuangmu begitu saja. Oh masalah rumor? Itu memang sengaja dibuat oleh pihak management untuk membantuku dan malam itu, aku tahu kau memergokiku dengan Hyo sin makan malam dan itupun sudah masuk skenarioku” Hye min mengedipkan matanya, tersenyum nakal pada Mino.

“Oh, jadi kau memanfaatkan rumor tersebut untuk melakukan kejahatan ini dan kau sudah membuatku menjadi orang gila karena kau sudah menyakiti secara terang-terangan?” tanya Mino bingung bercampur gemas, Hye min mengangguk cepat. Mino menghela nafasnya panjang, merasa kelegaan sekaligus sakit karena sudah dibohongi Hye min.

“Mianhae, aku juga tidak tahu kau berekasi seperti itu saat aku memutuskanmu. Mianhae sudah menyakitimu, tapi sekarang secara tidak langsung aku melamarmu Mino-ya, ah aniya Yeobo. Aku memang sengaja tidak mengangkat telfonmu malam itu dan aku sangat yakin kau akan melewati restoran itu tiap kau pulang. Kau juga curiga ketika aku mengangkat telfon selalu menjauh, itu juga hanya rekayasa belaka” Hye min tertunduk malu, pipinya memerah, tangannya masih menggenggam erat tangan Mino.

“Ah jakkaman, lebih baik aku keluar. Hye min-ssi tugas saya sudah selesai kan? Annyeong” Hyo sin segera angkat kaki dan pergi dari tempat tersebut, tidak ingin mengganggu keduanya.

“Angkat kepalamu!” suruh Mino lembut, ternyata dari balik pipi merahnya, Hye min menangis.

“Mino-ya jangan mabuk lagi. Aku tidak tahu sebuah kata putus yang tadinya aku gunakan untuk mengetesmu malah membuatmu hancur seperti kemarin. Kau tahu aku tidak bisa tidur dan makan karena memikirkanmu. Kau hancur aku juga hancur”

“Hei” Mino mengusap air matanya yang berjatuhan, lalu menangkup wajah Hye min yang digenangi air mata.

“Sampai detik ini, aku masih belum percaya bahwa semua perlakuanmu kemaren hanya bohong belaka, sengaja direncanakan untuk mengetes cinta dan kesetianku. Sekarang kau melamarku tepat di saat 2 tahun kita bersama, gomawo” Mino tersenyum, menggoreskan garis indah di bibirnya.

“Tindakanku sekarang sama seperti yang aku lakukan 2 tahun yang lalu kan? Saat aku mengutarakan perasaanku padamu, bedanya sekarang aku melamarmu. Sungguh aku wanita yang tidak punya harga diri sudah berani melamar seorang laki-laki terlebih dahulu” Hye min kembali menundukkan wajahnya menyembunyikan rona pipinya.

“Kau tahu tadi hatiku sudah hilang saat mendengar kata pernikahan? Hye min kau memang wanita yang tidak punya harga diri karena sudah berani melamar orang yang baru kau putus 2 hari yang lalu. Tapi, aku juga tidak punya harga diri kalau berani menolakmu”

“Mino-ya” Hye min melonjak gembira dan berhambur di pelukan Mino, menangis bahagia di balik bahunya.

“Sudah~ jangan menangis lagi!” Mino mengelus lembut rambut Hye min yang halus.

“Habis ini kita akan wawancara dengan awak media yang sudah menunggu di depan” seru Hye min samar-samar dari tangisnya.

“Hah?” Mino tercengang kemudian buru-buru menarik Hye min lepas dari pelukannya.

“Apa yang kau katakan tadi?” tanya Mino tak percaya.

“Aku sudah mengundang beberapa awak media untuk mengumumkan hubungan kita terutama rencana pernikahan kita. Bukankah itu yang kau mau?” mata Hye min mengerjap.

“Tapi? Apa sekarang? Aku belum siap~” Mino menengok keadaanya yang buruk rupa untuk tampil di muka publik.

“Ish, sudahlah begitu saja kau sudah sangat mempesonaku. Yeobo, eh aniya calon suamiku” Hye min menghambur lagi ke dalam pelukan Mino, menenggelamkan kepalanya di dada bidangnya yang hangat, memeluknya erat. “Setidaknya sandiwara ini sudah berakhir dan aku bisa memeluknya. Berbohong untuk sebuah cinta itu benar-benar menyakitkan tapi berhadiah kebahagian” Hye min terus mendekap Mino, seakan tidak ingin kehilangannya lagi.

  THE END